Jejak Raja Sipahutar: Dari Cubadak ke Tapanuli? - Berita Sipahutar

Post Top Ad

demo-image
.com/img/a/

Jejak Raja Sipahutar: Dari Cubadak ke Tapanuli?

Share This
Pasaman – Sejarah lisan masyarakat Nagari Cubadak, Kabupaten Pasaman, Sumatera Barat, membuka kemungkinan menarik mengenai keterkaitan tokoh legendaris Raja Sipahutar yang pernah memimpin wilayah tersebut, dengan nama Kecamatan Sipahutar di Tapanuli Utara, Sumatera Utara. Meski belum ada catatan tertulis yang rinci, narasi turun-temurun menumbuhkan rasa ingin tahu akan hubungan historis antarwilayah tersebut.

Dalam kisah yang diwariskan secara lisan oleh masyarakat Cubadak, disebutkan bahwa sebelum wilayah itu menjadi pusat Nagari Cubadak seperti sekarang, raja-raja dari Sontang telah lebih dahulu memerintah. Salah satunya adalah Raja Sipahutar, yang muncul setelah Raja Gunung Maleha dan sebelum Raja Labiah. Ini menempatkan Raja Sipahutar sebagai tokoh penting dalam mata rantai sejarah pemerintahan lokal di wilayah yang dulunya dikenal dengan Koto Tinggi.

Yang menarik, nama "Sipahutar" bukan hanya dikenal di Cubadak. Di belahan lain Pulau Sumatera, tepatnya di Tapanuli Utara, terdapat Kecamatan Sipahutar yang cukup dikenal sebagai wilayah dengan kultur Batak yang kuat. Nama ini pun telah lama melekat sebagai identitas marga dan wilayah di kawasan tersebut. Maka, timbul pertanyaan: apakah Raja Sipahutar yang disebut dalam sejarah Cubadak memiliki keterkaitan kultural atau genealogi dengan masyarakat Sipahutar di Tapanuli Utara?


Secara linguistik, nama "Sipahutar" merupakan bagian dari sistem penamaan yang umum ditemukan di masyarakat Batak. Dalam konteks ini, adanya penggunaan bahasa Mandailing dan adat Manjujur—yang mengutamakan garis keturunan ayah—di masa awal sejarah Sontang menambah relevansi kemungkinan keterkaitan tersebut. Adat dan bahasa ini dikenal sebagai bagian dari kebudayaan Tapanuli Selatan, khususnya Mandailing dan Angkola, yang wilayahnya beririsan dengan kawasan Tapanuli Utara.

Sejarah Cubadak mencatat bahwa para raja awalnya beradat Manjujur, sebelum akhirnya berganti mengikuti sistem Minangkabau setelah datangnya utusan dari kerajaan Pagaruyung. Namun perubahan ini bersifat adat dan budaya, sementara unsur-unsur identitas awal seperti bahasa Mandailing tetap bertahan. Hal ini menunjukkan bahwa akar dari komunitas awal Cubadak bisa jadi berasal dari atau berkaitan erat dengan masyarakat Batak Mandailing.

Kehadiran nama Raja Sipahutar di wilayah Cubadak mengindikasikan adanya migrasi, pengaruh, atau bahkan ekspansi kekuasaan yang dilakukan oleh tokoh-tokoh dari utara ke wilayah Pasaman atau sebaliknya keturunan Raja Sipahutar di Pasaman mendirikan wilayah Sipahutar di Tapanuli Utara. 

Wilayah Tapanuli yang lebih dahulu dihuni oleh kelompok etnis Mandailing dan Batak lain, menjadi sumber yang logis dari penyebaran nama dan pengaruh keluarga atau marga seperti Sipahutar ke wilayah selatan.

Di sisi lain, sejarah lisan Cubadak menyebut bahwa pemindahan pusat kekuasaan dari Sontang ke Cubadak dipicu oleh penemuan wilayah baru yang lebih luas dan strategis oleh seorang pegawai raja bernama Sigadumbang. Dalam konteks inilah, Raja Sipahutar kemudian menjadi bagian dari sejarah awal yang meletakkan fondasi Nagari Cubadak sebagai pemukiman besar. Namun tidak dijelaskan dari mana Raja Sipahutar berasal sebelum ia memimpin di sana.

Jika menilik sejarah migrasi etnis di Sumatera, jalur pergerakan dari Tapanuli menuju Pasaman memang memungkinkan. Rute ini menjadi bagian dari jalur perlintasan tradisional antarwilayah, baik untuk kepentingan dagang, penyebaran agama, maupun penyebaran kekuasaan politik. Oleh sebab itu, tidak menutup kemungkinan bahwa Raja Sipahutar berasal dari kawasan utara dan membawa serta identitas budaya dan marga Batak ke wilayah yang kemudian dikenal sebagai Cubadak.

Penamaan wilayah berdasarkan nama pemimpin atau marga sangat lazim dalam tradisi lokal Sumatera. Dalam banyak kasus, nama tokoh atau kelompok penguasa menjadi nama desa, kecamatan, atau bahkan wilayah adat. Maka dari itu, Kecamatan Sipahutar di Tapanuli Utara dan tokoh Raja Sipahutar di Pasaman bisa jadi berasal dari akar genealogi yang sama atau setidaknya memiliki hubungan simbolik yang kuat.

Masyarakat Cubadak hingga kini masih mengingat kisah Raja Sipahutar sebagai bagian penting dalam struktur sejarah kerajaan Sontang, yang kini menjelma menjadi nagari modern dengan jumlah penduduk yang terus berkembang. Menariknya, bahasa yang digunakan tetap mempertahankan logat Mandailing, meskipun adat telah berubah mengikuti struktur Minang yang berbasis matrilineal.

Kisah ini menunjukkan dinamika budaya dan politik yang unik di wilayah perbatasan antara Sumatera Barat dan Sumatera Utara. Di satu sisi, pengaruh Pagaruyung begitu kuat dalam perubahan adat, namun di sisi lain, akar kebudayaan awal tetap bertahan dalam bentuk bahasa dan memori kolektif masyarakat.

Jejak Raja Sipahutar yang kemudian tinggal di Cubadak memperlihatkan bagaimana perpindahan tokoh dan struktur kekuasaan terjadi seiring perubahan sosial dan geografis. Raja tersebut disebut masih rutin mengunjungi Sontang, menunjukkan bahwa ikatan antara daerah lama dan baru tidak pernah sepenuhnya terputus.

Sebagai daerah "Natoras" atau "yang tua", Sontang tetap memiliki tempat istimewa dalam sejarah Nagari Cubadak. Hal ini juga mengindikasikan adanya sistem hierarki yang menghormati asal-usul, sesuatu yang lazim dalam tradisi masyarakat Batak dan Minang.

Hingga kini, belum ada kajian ilmiah yang secara spesifik menghubungkan tokoh Raja Sipahutar di Cubadak dengan Kecamatan Sipahutar di Tapanuli. Namun, keberadaan nama yang sama, kesamaan bahasa, dan jejak adat Manjujur menjadi titik-titik penting yang layak ditelusuri lebih jauh oleh sejarawan dan antropolog.

Di tengah minimnya sumber tertulis, kisah ini tetap hidup dalam narasi lisan masyarakat. Jejak Raja Sipahutar menjadi bagian dari warisan yang menunggu untuk diungkap lebih jauh—mungkin lewat penelitian arkeologis, linguistik, maupun antropologi kultural.

Jika benar ada hubungan historis antara keduanya, maka ini akan menjadi bukti bahwa keterhubungan antardaerah di Sumatera telah lama terjalin, jauh sebelum batas administratif dan politik modern terbentuk. Dan Raja Sipahutar bisa jadi adalah simpul penghubung yang selama ini tersembunyi di balik kabut sejarah.

Comment Using!!

Tidak ada komentar:

Post Bottom Ad

Pages